Wednesday, 13 April 2011

NABI ISMAIL


Masjidil Haram at 1880CE
Nabi Ibrahim beserta isterinya Sarah dan khadamnya Hajar serta semua binatang ternak dan harta kekayaannya sudah pindah ke Palestin, hidup di tengah tengah keluarganya dan pengikut pengikutnya yang tak begitu banyak jumlahnya. Alangkah sedih dan pilunya perasaan Sarah, karena dia sendiri belum juga beroleh seorang anak pun, sedang umurnya sudah lanjut, dan boleh dikatakan termasuk orang yang tua, sehingga pada umurnya orang yang setua dia itu tidak mungkin beroleh anak. Maka dengan ikhlas hati, Sarah menganjurkan kepada suaminya, Nabi Ibrahim untuk kahwin dengan khadamnya sendiri bernama Hajar. Hajar sendiri adalah seorang perempuan yang mulia, baik budi pekertinya serta lurus, tak pernah berhati bengkok. Mudah mudahan, demikianlah harapan Sarah, dari perkahwinannya dengan khadam itu, Nabi Ibrahim beroleh anak, untuk perintang hidup kedua suami isteri yang sudah tua, untuk menurunkan dia menjalankan perintah Ilahi dan sebagainya.
Anjuran isterinya ini diterima oleh Nabi Ibrahim. Lalu terjadilah perkahwinan itu dengan baiknya. Dari perkahwinan inilah Nabi Ibrahim beroleh seorang anak lelaki yang paling bersih dan suci, yang diberi nama Ismail (Nabi Ismail). Selain Ibrahim sendiri, bukan main pula girang dan senang hati Sarah beroleh anak itu.
Tetapi kegembiraan Sarah ini hanya sebentar waktu saja, sebab tak lama kemudian hatinya mulai diserang oleh suatu perasaan yang tidak dapat dibayangkan. Karena adanya perasaan inilah, hatinya tidak kunjung tenang, selalu gelisah saja, makan dan minum tidak keruan sama sekali. Akhirnya dia tidak tahan untuk memandang wajah Hajar dan anaknya itu.
Hal ini diterangkannya berterus terang kepada Ibrahim dan mengusulkan agar Ibrahim, Hajar bersama anaknya meninggalkan dia seorang diri, pergi ke tempat yang sejauh jauhnya, agar tidak terlihat dan terdengar sedikit juga tentang Hajar dan Ismail itu. Dengan wahyu Ilahi, Nabi Ibrahim menerima usul tersebut.
Mulailah Nabi Ibrahim dengan isterinya yang baru beserta anaknya mengadakan pengembaraan yang jauh lagi. Entah ke mana tempat tujuan, tidaklah diketahui, hanya menurut ke mana saja ditakdirkan Tuhan. Lama sudah mereka berjalan, dan jauh sudah jalan yang ditempuh. Akhirnya mereka berhenti di suatu tempat. Di tempat itu Hajar dan anaknya ditinggalkan oleh Ibrahim tanpa perbekalan yang banyak. Sedang Nabi Ibrahim sendiri mahu meneruskan perjalanannya dan mendoakan kepada Allah, mudah mudahan Allah menjaga isteri dan anaknya itu dari segala petaka dan bahaya.
Baru saja Ibrahim berangkat meninggalkan Hajar dan Ismail, Hajar segera mengikutinya dari belakang dan memegang tali kekang unta yang dikenderai Nabi Ibrahim seraya berkata: Ya, Ibrahim! Ke manakah engkau pergi, kenapa kami ditinggalkan di sini, di tempat yang menakutkan ini?
Hajar berharap agar Ibrahim menaruh rasa belas kasihan terhadap dirinya dan diri anaknya yang masih kecil itu, minta pertanggungan jawab kepada Ibrahim, siapa yang akan mempertahankan hidupnya dari bahaya kelaparan dan dahaga, yang mempertahankannya dari serangan binatang binatang buas, dari terik panas matahari yang begitu panas, dari udara dingin yang berhembus di malam hari. Semua ini dikemukakannya kepada Ibrahim dengan kata kata yang lemah lembut serta airmata yang bercucuran.
Masjil Haram at 1371AH
Tetapi Ibrahim tampaknya tidak menghiraukan semua keluhan isterinya itu, malah diterangkannya kepada Hajar, bahawa ini adalah perintah Allah, dan mengisyaratkan agar dia sabar menerima takdir atas setiap perintah dari Allah, supaya dia tunduk dan patuh menurutkan semua perintah itu.
Mendengar jawapan Ibrahim itu, Hajar hanya menjawab: Sekarang saya mengerti, dan Allah tidak akan mensia siakan kami. Ibrahim pergi sendirian di tengah tengah padang pasir yang berbahaya itu, mendaki gunung berjurang, melintasi beribu satu kesukaran, dengan meninggalkan isteri dan anak yang menjadi rangkaian hati dan jantungnya sendiri. Hanya karena perintah Allah, dan tidak membawa perbekalan suatu apa selain kepercayaan dan ketaatan kepada Allah itu saja.
Sebagai seorang Nabi, Ibrahim menahankan semua penderitaan badan dan batin itu dengan penuh kesabaran dan ketenangan, menyerah kepada perintah dan takdir Ilahi, Nabi Ibrahim terus berjalan, meninggalkan isteri dan anaknya yang tunggal di tengah padang pasir yang tak bermakhluk manusia itu.
Hanya doa inilah yang keluar dari mulutnya, di hadapkannya ke hadrat Allah Yang Maha Kuasa: Ya Tuhan kami, aku telah tinggalkan anak dan isteriku di padang pasir yang tandus tiada pepohon dan buah buahan. Ya Tuhan kami, agar mereka mendirikan sembahyang maka jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka, dan berilah mereka rezeki dari buah buahan, mudah mudahan mereka berterima kasih atas semua itu.
TELAGA ZAMZAM
Tempat di mana Hajar dan Ismail itu ditinggalkan oleh Ibrahim yang dikatakan padang pasir tandus tidak bermanusia itu, adalah kota Mekah yang sekarang ini. Mulai saat itulah mula sejarah Mekah dengan Telaga Zamzamnya.
Hajar bulat rnenyerahkan nasibnya kepada Allah, dengan sabar dan tenang. Dimakannyalah bekalan yang masih ada padanya, diminumnya pula air yang masih tinggal. Akhirnya semua makanan dan air pun habislah. Tinggallah ibu dan anak menunggu nasib dengan perut yang kosong dan lapar, suatu penderitaan yang tak pernah dialami manusia lain. Anaknya yang masih memerlukan susu, jangankan akan mendapat susu, air mentah saja pun tidak ada di situ. Perut semakin lapar, kerongkong semakin kering dan minta dibasahi dengan air. Panas terik padang pasir tidak pula kepalang tanggungannya. Sedang badannya yang mulanya kuat sekarang sudah beransur kurus dan lemah pula. Tidak ada daya dan ikhtiar yang dapat dijalankan, selain hanya mencucurkan airmata sebanyak banyaknya, dan dengan airmata itulah hanya keadaan kering itu dapat dibasahkan sedikitnya. Ya, nasib yang tidak pernah dialami.
Kerana lapar dan dahaga yang tak terperikan itu, mulalah si anak itu menangis sekuat kuatnya. Tetapi akhirnya kelemahan badan tidak memberikan kekuatan lagi kepadanya untuk menangis, selain hanya mengesak esak saja. Matanya mulai cukam, badannya semakin kurus juga. Akhirnya anak yang malang itu memperlihatkan tanda-tanda yang tak dapat diceritakan sama sekali, seakan akan putus nafasnya karena terlalu dahaga.
Hajar mencuba sekuat tenaga mempertahankan jiwa sang anak dan sabar atas dirinya sendiri. Tetapi apa yang dapat dia lakukan? Akhirnya anak yang sudah payah keadaannya itu diletakkannya di atas pasir, sedang dia sendiri pergi mencari air, lalu datang melihat muka anaknya kembali. Lalu pergi pula mencari air, dan lari pula mendapatkan dan melihat wajah anaknya yang ditinggalkan itu. Demikianlah seterusnya berturut turut, antara dua tempat yang sekarang ini dinamakan Safa dan Marwah. Setiap kali dia kembali mendapatkan anaknya, dia lihat tanda tanda adanya air di tempat yang bernama Safa itu. Tetapi setelah didatanginya, tidak ada air sama sekali. Lalu dia kembali ke tempat anaknya, iaitu Marwah. Demikianlah berturut turut tujuh kali pergi dan balik.
Sedang anak yang kelaparan yang ditinggalkan sendirian itu semakin mengeluh dan mengesak esak, menangis dengan tak bersuara lagi. Kasihan, sayang, letih, ikhtiar dengan segala tenaga. Tetapi semua sia sia belaka.
Akhirnya Hajar duduk terhenyak, tidak tahu apa yang harus dilakukan lagi. Dengan menoleh terus ke wajah anaknya yang dicintai; peluh mengalir bercucuran dari dahinya. Dengan titikan peluh dibasahi bibir anak yang sudah amat kering itu. Alangkah gembiranya Hajar, kerana dilihatnya anak itu masih hidup. Anak itu diciumi dan dirangkul ke dadanya rapat rapat. Nampak pula dengan jelas bahawa anak yang kecil itu sendiri pun turut sama mengeluarkan airmata.
Hanya kepercayaan terhadap Allah, menjadikan Hajar tidak berputus sasa. Dengan kepercayaan ini sajalah dia berteman ketika itu, menghadapi kesedihan yang tidak dapat dibendung. Dengan kepercayaan ini pulalah dia yakin yang akhirnya dia akan terbebas jua dari kesedihan ini.
Setelah ternyata yang anaknya masih hidup, kembali dia pergi meninggalkan anak itu, mencari air di tengah tengah gurun pasir.
Akhirnya, setelah kembali mendapatkan anaknya, tak begitu jauh dari tempat itu, tiba tiba Hajar melihat setumpuk pasir yang selama ini kering tampaknya agak basah. Setelah dipegang dengan telunjuknya, betul betul pasir itu basah berair. Lalu pasir itu digalinya. Makin dalam digali makin basah dan akhirnya setelah agak dalam, airnya muncul, dengan kudrat dan iradat Allah s.w.t. terpancarlah di situ sebuah mata air yang kita namai Telaga Zamzam sekarang ini.
Hajar dan anaknya (Ismail) minumlah sepuas puasnya sambil mengucapkan syukur dan puji terhadap Allah yang telah mengabulkan doanya dan doa Nabi Ibrahim tatkala berangkat meninggalkan mereka berdua.
Karena air Zamzam inilah akhirnya burung burung padang pasir, seekor demi seekor mendekat ke sana menghabiskan dahaga hausnya. Dan dari jejak burung inilah makanya hamba Allah yang bernama manusia yang hidup di tengah tengah padang pasir itu, sama sama datang ke sana pulauntuk mendapatkan air penghilang dahaga.
Akhirnya tempat itu menjadi ramai juga, dijadikan tempat tetap oleh rombongan demi rombongan manusia yang mengenalnya. Hajar dan Nabi Ismail termasuk salah satu anggota masyarakat dan hidup bersama sama mereka di tempat itu. Inilah yang nanti dinamakan kota Mekah sebagai yang kita terangkan di atas.
Zaman berganti zaman, abad berganti abad, tempat itu terus menerus menjadi tempat berhimpunnya manusia. Pun sampai zaman sekarang, lebih lebih setelah Agama Islam memerintahkan kaum Muslimin berhaji ke sana.
Dari cara perjalanan sejarah Hajar dan Ismail inilah diambil sebahagian besar cara ibadat haji yang diwajibkan Islam. Misalnya lari (sai) antara Safa dan Marwah tujuh kali dan lain lain ibadat yang akan kita sebutkan nanti. Dan dari keturunan Nabi Ismail pulalah, akhirnya lahir Nabi Muhammad s.a.w. di kota Mekah itu. Doa Nabi Ibrahim dikabulkan Tuhan.
NABI ISMAlL DAN BANGSA JURHUM
Tempat di sekitar Telaga Zamzam makin lama makin ramai didiami oleh manusia, sehingga muncullah masyarakat baru di sekitar itu. Khabar ini pun diketahui oleh satu suku bangsa yang tinggal di bahagian bawah kota Mekah itu, iaitu bangsa Jurhum. Mereka sama sama datang pula ke tempat itu ingin turut serta mengambil manfaat dari air Zamzam yang terus diperkatakan itu.
Ibu Nabi Ismail yang menjaga air itupun tidak keberatan. Mereka diperlakukan sebagai tetamu yang terhormat. Dan mereka pun berlaku dengan baik, tunduk pula kepada aturan aturan yang ditetapkan oleh ibu Ismail.
Nabi Ismail sudah semakin besar juga, hidup di tengah tengah mereka yang banyak itu. Dia selalu membawa orang orang itu kepada jalan yang benar, diajarkannya kata kata yang baik, sehingga mulailah timbul bahasa Arab yang sekarang ini dengan teratur. Akhirnya Ismail berkahwin dengan salah seorang dari mereka itu. Dan hiduplah dia bersama sama dengan bahagia dalam beberapa masa lamanya.
Dengan isteri yang pertama ini, hidup Ismail tidak kekal lama, kerana sang isteri itu rupanya tidak begitu baik, begitu pula orang tuanya, yang selalu menginginkan perpisahan antara kedua suami isteri, yang akhirnya suami isteri itupun terpaksa berpisah. Dengan isterinya yang kedua, Nabi Ismail hidup kekal dan dari isteri yang kedua inilah lahir beberapa orang anaknya, dari turunan itulah lahir Nabi Muhammad s.a.w.
Here is a link to a site about prayers:
Tawaf at Kaaba
MENDIRIKAN KAABAH
Lama pulalah masanya Nabi Ibrahim berpisah dengan anaknya, Nabi Ibrahim terus mengembara ke seluruh pelusuk padang pasir yang maha luas, berjumpa dengan kumpulan manusia, mengajak mereka ke agama yang benar, menyembah Allah Tuhan Semesta Alam. Adapun Nabi Ismail tetap berada di sekitar Telaga Zamzam yang terus menerus mengeluarkan air, sehingga tempat itu semakin ramai, dan Ismaillah yang menjadi ketuanya.
Pada suatu hari Ibrahim mendapat wahyu dari Allah untuk berangkat pulang menemui Nabi Ismail, untuk mendirikan Rumah Allah, iaitu Kaabah berdekatan Telaga Zamzam itu.
Setelah lama berjalan dan mencari cari, akhirnya bertemulah bapa dengan anaknya di tepi Telaga Zamzam, bermesyuarat dan melepaskan cinta kasih selama berpisah.
Di dalam memuncaknya kegembiraan atas pertemuan itu, lalu Nabi Ibrahim membisikkan kepada Nabi Ismail akan wahyu Tuhan yang diterimanya: Hai anakku, kepadaku sudah diperintahkan Allah untuk mendirikan sebuah rumah di tempat yang agak tinggi itu.
Mendengar perintah itu, Nabi Ismail dengan segera menundukkan kepalanya tanda taat dan tunduk kepada Tuhan dan orang tuanya sendiri.
Segera keduanya menuju ke tempat yang ditunjuk Nabi Ibrahim itu. Mulailah kedua Nabi Suci itu dengan kedua tangan dan kakinya sendiri mendatarkan tanah dan meninggikannya, mengangkut pasir dan mengumpulkannya, untuk dijadikan rumah yang diperintahkan Tuhan, yang Tuhan sendiri memberi nama Rumah Allah (Baitullah atau Kaabah).
Ditengah bekerja keras dengan mengeluarkan peluh dan letih itu, kedua Nabi Suci itu memanjatkan doa ke hadhrat Allah dengan berkata: Ya Allah, terimalah persembahan kami, Engkau Maha Mendengar dan Mengetahui. Hai Tuhan kami, jadikanlah kami Muslimin untuk Engkau, begitu pula anak dan keturunan kami semua menjadi ummat yang Islam, pertunjukkanlah kepada kami akan cara beribadat kami, berilah ampun terhadap kami, karena Engkau Yang Maha Pengampun dan Pengasih.
Ucapan atau doa Nabi Ibrahim itu diucapkannya dengan berdiri di satu tempat di dekat Rumah yang sedang dibangun ini. Dan tempat itulah yang dinamakan Maqam Ibrahim yang sekarang ini, setiap orang yang tawaf keliling Rumah Allah itu diperintahkan melakukan sembahyang sunnah dua rakaat dan berdoa.
Sehingga tempat itu menjadi rebutan terus-menerus, tak pernah sepi atau kosong dari dahulu sampai sekarang dan insya Allah sampai hari kiamat nanti.
Ucapan tersebut mengandung dua hal yang penting. Pertama persembahan kepada Allah, sedang kedua berisi permohonan atau doa. Permohonan atau doa itu ialah agar Allah menjadikan Ibrahim, Ismail dan anak turunan mereka menjadi manusia yang Muslim, beragama Islam, yang artinya menjadi orang orang yang beriman dan berserah diri kepada Allah. Dan agar Allah menunjukkan kepadanya cara cara peribadatan menyembah Allah(agama) dengan segala peraturan dan cara caranya.
Ibrahim dan Ismail lalu meneruskan pekerjaan menyelesaikan rumah tersebut. Setelah rumah itu hampir selesai, ternyata masih diperlukan sebuah batu lagi. Akhirnya Ismail mendapatkan sebuah batu yang agak luarbiasa, berwarna hitam dan mengkilat. Kerana gembiranya Ibrahim dan Ismail menciumi batu hitam itu sambil berjalan mengelilingi rumah tersebut, lalu memasangkan batu hitam itu di tempatnya yang sekarang ini, yang sampai sekarang dinamai Hajar Aswad (Batu Hitam) , yang sampai sekarang setiap orang yang bertawaf keliling Kaabah disunnahkan pula mencium batu itu. Sampai sekarang setiap saat dengan tidak putus putusnya siang dan malam, kaum Muslimin yang datang ke sana berebut rebut mencium batu itu. Dan bagi yang tak dapat menciumnya karena terlalu ramai, sesaknya, cukup saja dengan mengacungkan tangan ke batu itu lalu mencium tangan yang diacungkan itu. Sekalipun tidak diwajibkan, tetapi setiap orang Islam yang datang berikhtiar sehabis tenaga agar dapat menciumnya sebagai suatu sunnah. Mencium Hajar Aswad itu memberikan perasaan kepada kita seakan akan kita yang menciumnya mencium Nabi Ibrahim dan Ismail yang pertamanya mencium batu itu. Yang menimbulkan perasaan pula seakan-akan kita mencium Nabi Muhammad, para sahabat dan semua kaum Muslimin yang pernah datang dan menciumnya dari dahulu sampai sekarang dan seterusnya. Ciuman yang menunjukkan kecintaan. Dan kecintaan inilah yang menarik banyak orang orang Islam di seluruh dunia untuk berhaji dan bertawaf keliling Kaabah atau Rumah Allah (Baitullahil Haram) , yang dinamai juga Baitul Atiq (Rumah Tua), atau Baitul Mamur (Rumah yang selalu Ramai) dikunjungi manusia dari zaman ke zaman, sebagaimana Baitul Mamur yang ada di langit yang selalu ramai dikunjungi para Malaikat.
Setelah rumah itu selesai dikerjakan samasekali, maka Allah ajarkanlah kepada Ibrahim dan Ismail bagaimana mengerjakan ibadat ibadat, iaitu penyembahan terhadap Allah s.w.t. Dan ibadat ibadat yang diajarkan Allah kepada Ibrahim dan Ismail itu pulalah yang diajarkan semua Nabi dan Rasul yang datang kemudian, di antaranya Nabi dan Rasul penutup iaitu Muhammad s.a.w. iaitu ibadat sembahyang, puasa, zakat dan haji, kerana semua Nabi dan Rasul itu adalah hanya meneruskan akan ajaran yang diajarkan oleh Ibrahim dan Ismail.
Akhirnya Nabi Ibrahim berdoa pula: Oh Tuhan kami, sesungguhnya aku menempatkan anak turunanku di lembah yang tak mempunyai tumbuh tumbuhan (Mekah), di sekitar Rumah Engkau (Kaabah) yang suci. Oh Tuhan, agar mereka mendirikan sembahyang. Jadikanlah tempat ini menjadi tempat orang tawaf, itikaf, rukuk dan sujud. Jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka. Berilah rezeki kepada mereka berupakan buab buahan (makanan dan minuman), mudah mudahan mereka menjadi orang yang bersyukur. Oh Tuhan kami, bangkitkanlah di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka, yang akan membacakan kepada mereka akan ayat ayatMu, dan yang akan mengajarkan kepada mereka Kitab dan Hikmah, serta yang akan membersihkan mereka, kerana sesungguhnya Engkau Maha Gagah, Maha Bijaksana.
Berabad abad lamanya tempat itu senantiasa didatangi dan dikunjungi manusia dari segala penjuru Tanah Arab untuk beribadat menyembah Allah, dengan bertawaf, itikaf, rukuk, sujud (salat), dan tempat berkumpul pada waktu waktu yang tertentu, iaitu dengan mengerjakan ibadat Umrah dan Haji.
Tetapi lama kelamaan, berabad abad kemudian, manusia mulai lupa akan ajakan Ibrahim dan Ismail, mulai membelok dari ajaran Ibrahim dan Ismail, kerana pengaruh perkembangan hidup manusia atau kebudayaan dari abad ke abad. Syariat yang diajarkan Nabi Ibrahim dan Ismail, satu demi satu mereka lupakan. Mereka buat ibadat dengan cara cara mereka sendiri. Orang mulai menyembah dan mensucikan Rumah Allah itu, bukan menyembah dan mensucikan Tuhan yang memerintahkan mendirikan Rumah Allah atau Kaabah tersebut. Rumah itulah yang mereka sembah, bukan menyembah Allah.
Akhirnya yang berkuasa dan yang memegang kunci Rumah Allah itu adalah seorang yang bernama Amar bin Lahyin, seorang yang sangat dihormati dan disucikan, kerana seorang yang amat sosial. Dialah yang membahagi bahagikan pakaian, makanan, dan minuman kepada setiap orang yang datang berhaji ke Kaabah itu. Pada salah satu musim Haji secara jahiliah, Amar bin Lahyin pernah memotong 10,000 ekor unta dan membahagi bahagikan pakaian kepada berpuluh puluh ribu manusia yang datang berhaji secara jahiliahnya itu. Kerana kebaikannya itu, orang menghormatinya, lalu akhirnya menganggap Amar bin Lahyin itu seperti Tuhan. Apa yang dikatakannya dikerjakan orang jadi syariat atau agama. Maka berubahlah agama yang diajarkan Ibrahim dan Ismail.
Mereka buatlah Bahirah, Saibah, Wasilah dan Ham. Bahirah ialah unta betina yang sudah melahirkan anak sampai lima kali. Unta itu ditandai dengan membelah kupingnya, lalu dihormati dan disucikan, tidak disembelih atau dimakan dagingnya. Saibah adalah unta betina yang dinazarkan dan diqorbankan untuk berhala, dilepaskan semahu mahunya, tidak boleh dikenderai atau dipekerjakan. Tidak boleh dipotong kukunya, atau bulunya, tidak boleh diperas susunya kecuali untuk diminum oleh tamu. Wasilah ialah kambing yang sudah beranak sampai tujuh kali, juga dibiarkan, tak boleh disembelih. Dan tak boleh pula disembelih kambing jantan yang seperut dengan dia. Ham ialah unta jantan yang sudah dapat membuntingkan unta betina sampai sepuluh kali, tidak boleh dipekerjakan, karena telah menjadi hak berhala, kata mereka.
Demikianlah ajaran Amar bin Lahyin kepada mereka yang mereka patuhi dan mereka taati. Kemudian Amar bin Lahyin itu mendapat sakit keras. Disampaikan orang kepadanya bahawa di negeri Balqa (Palestin) ada sebuah sumber air panas. Siapa yang datang ke sana dan mandi dengan air panas dari sumber tersebut, ia akan sembuh dari segala penyakit. Lalu Amar bin Lahyin datanglah ke negeri itu, kemudian mandi di sumber air panas tersebut. Kebetulan sekali dia menjadi sembuh. Didapatinya di negeri itu orang menyembah berhala-berhala. Ia bertanya kepada orang banyak: Apakah ini ? Kata mereka: Ini adalah berhala. Dengan berhala ini kami minta hujan, lalu turunlah hujan. Dengan berhala ini kami minta menang perang, lalu kami menang.
Amar bin Lahyin tertarik sekali hatinya terhadap berhala berhala itu. Amar bin Lahyin lalu meminta salah sebuah dari berhala berhala itu untuk dibawanya ke negeri Arab untuk mereka sembah pula. Ia diberi sebuah berhala yang bernama Hubal. Berhala itu dibawanya ke Mekah, dan ditempatkan di Kaabah. Orang banyak diperintahkannya untuk menyembah berhala itu. Dengan demikian orang orang Arab menjadi musyrik. Kemudian itu didatangkan pula berhala berhala yang lain dari lain-lain negeri. Akhirnya Kabah penuh dengan berhala berhala yang ratusan jumlahnya. Di antaranya yang terpenting apa yang dinamakan Allata, Almanat, Yaghuth, Nasr dan lain lain. Akhirnya seluruh Tanah Arab penuh dengan berhala berhala dan manusia yang menyembah berhala berhala itu.
Untuk mengembalikan bangsa Arab dari kesatuan menyembah berhala dan berbagai-bagai kepercayaan palsu itu, akhirnya diutus Allahlah Nabi Muhammad s.a.w. keturunan Ismail dan Ibrahim. Bukan hanya untuk bangsa Arab, tetapi untuk seluruh ummat manusia, sebagai Nabi Penutup. Demikianlah Allah mengabulkan akan doa Nabi Ibrahim dan Ismail. Sehingga Rumah Allah dibersihkan kembali dari berhala-berhala, manusia kembali menyembah Allah. Tuhan Yang Maha Esa. Tempat itu tetap ramai dikunjungi manusia dari seluruh pelusuk dunia. Agama dan ajaran Nabi Ibrahim dan Ismail ditegakkan kembali sesudah dirobohkan oleh manusia manusia musyrik dalam waktu berabad abad lamanya sebelum terutusnya Nabi Muhammad s.a.w. Nabi Muhammad s.a.w. dan semua pengikut beliau iaitu seluruh kita kaum Muslimin di mana saja kita berada, adalah penegak penegak dari ajaran atau agama yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim. Begitu juga seluruh Nabi nabi dan Rasul rasul yang diutus Allah sesudah Nabi Ibrahim dan Ismail.
Firman Allah dalam al-Quran akhir surah al-Haj:
Berjuanglah kamu di jalan Allah dengan sebenar-benarnya kesungguhan (jiwa dan raga dan harta), Ia (Allah) sudah memilih kamu, dan tidaklah Ia menjadikan satu hal yang amat berat atas kamu dalam agama ini, iaitu agama yang diajarkan oleh bapak kamu Ibrahim. Ialah yang menamakan kamu Muslimin sebelum ini dan juga di dalam ini (al-Quran), agar Rasul itu menjadi penyampai (khabar) kepada kamu, maka dirikanlah sembahyang, keluarkanlah zakat, dan berpeganglah dengan (agama) Allah. Ia Tuhan kamu, sebaik baik Tuhan dan sebaik baik Penolong.
SEMBELIHAN AGUNG
Bagaimana pun jua, Nabi Ibrahim tidak pernah lupa terhadap anak dan isterinya yang ditinggalkan di tempat yang sangat jauh, di padang pasir yang tandus, dimana tidak terdapat manusia dan tumbuh tumbuhan. Ditinggalkannya dengan menyerahkan nasib keduanya hanya kepada Allah semata. Lebih lebih lagi terhadap anaknya Ismail, anak yang bertahun tahun di idam idamkannya. Diutuskannyalah orang untuk mengetahui keadaan anak dan isterinya. Alangkah gembira dan bahagianya Ibrahim, setiap orang yang diutusnya itu datang membawa khabar yang mengatakan bahawa keadaan anak dan isterinya adalah dalam keadaan sihat walafiat. Apalagi di tempat di mana ia ditinggalkan itu,sudah timbul sebuah sumber mata air, sehinggakan sumber itu telah didatangi banyak musafir, sehingga sudah agak ramai. Ibrahim bersyukur, berdoa, lalu bersyukur dan berdoa lagi: Ya Allah, aku meninggalkan anak dan isteriku di tempat sepi yang tidak ada manusia dan tidak ada pula buah buahan. Berilah mereka rezeki yang merupakan air dan buah buahan, jadikanlah hati manusia tertarik kepada mereka, agar mereka tidak hidup dalam kesepian saja.
Doa seorang bapa terhadap anak dan isteri yang jauh di mata, adalah termasuk doa yang sangat diperhatikan dan dikabulkan oleh Allah. Apalagi yang berdoa itu adalah seorang Nabi dan Rasul, bapa dan nenek moyang semua Nabi dan Rasul.
Beberapa tahun sudah lampau sejak berpisah. Kerinduan Ibrahim untuk melihat wajah anak dan isterinya Hajar sudah tidak tertahankan lagi. Dengan seizin isterinya Sarah, Ibrahim berangkatlah menuju ke Selatan, mencari anak dan isterinya itu.
Didapatinya, tempat dimana isteri dan anaknya ditinggalkannya dahulu itu sudah menjadi ramai, tempat manusia berkumpul dan menetap. Tempat itu telah diberi orang nama, iaitu Bakkah atau Mekah. Diketahuinya bahawa isteri dan anaknyalah yang dianggap orang banyak sebagai pemilik atau penguasa sumber air yang bernama Telaga Zamzam itu. Sebab itu isteri dan anaknya itu mendapat penghormatan dari seluruh penduduk dan pendatang. Kehidupan ibu dan anaknya sudah menjadi baik. Di samping sebagai penguasa Telaga Zamzam, juga sudah memiliki ternakan yang terdiri dari berpuluh puluh ekor kambing yang dibiakkan dan diperah susunya.
Ibrahim bertanyalah kepada siapa yang ia temui, dimana adanya anak dan isterinya itu sekarang. Dikatakan orang bahawa keduanya ada di suatu dataran, sedang menggembalakan ternak, kambing. Ibrahim datangi tempat yang ditunjukkan orang banyak itu. Akhirnya bertemulah Ibrahim dengan anak dan isterinya di satu tempat yang dinamai sekarang ini Padang Arafat. Pertemuan yang sangat mesra. Maklumlah sudah sekian lama berpisah tak bertemu. Bertemu dalam keadaan sihat walafiat, gembira dan bahagia. Jauh berbeza dengan saat berpisah beberapa tahun yang silam. Mereka serentak bersama mengucapkan kalimat kalimat membesarkan Allah, mensucikan dan memuji: Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillahil Hamdu.
Setelah matahari terbenam, panas terik sudah berganti dengan udara senja, Ibrahim bersama dengan isterinya Hajar dan anaknya Ismail berangkat pulang (ke Mekah), mereka berhenti di suatu tempat yang sekarang dinamai Muzdalifah (dalam al-Quran di-namai Masyaril Haram) dimana mereka tertidur karena lelah. Di dalam tertidur sejenak itulah Ibrahim bermimpi bahawa Allah memerintahkan Ibrahim untuk menyembelih anaknya sebagai korban. Setelah ia terbangun, ia membisikkan kepada anaknya Ismail: Hai anakku, aku bermimpi diperintah Allah untuk menyembelihmu, bagai manakah gerangan pendapatmu?
Ismail menjawab tanpa ragu: Wahai bapaku, laksanakanlah apa yang diperintahkan Allah itu, dan aku akan tetap tabah, insya Allah. Dua kalimat yang tak ada taranya di atas bumi ini. Pertama kalimat yang keluar dari mulut seorang bapa. Kedua kalimat yang keluar dari mulut seorang anak. Ketabahan bapa tak kurang dari ketabahan anak, sedang ketabahan anak juga tak kurang dari ketabahan bapanya. Ketabahan yang hanya dimiliki oleh orang yang penuh iman dan penyerahan diri kepada Tuhannya. Sekalipun sebelumnya Ibrahim dan Ismail sudah sering diuji. Ibrahim sudah diuji dengan pembakaran di tengah gejolak api, ia tabah dan jalankan, akhirnya selamat. lsmail dan ibunya sudah diuji ditinggalkan sendirian di tengah padang pasir tanpa bekal dan tak ada manusia.
Kedua duanya tabah dan selamat pula. Sekarang kedua duanya diuji dengan ujian yang lebih berat, iaitu dengan mata pedangnya sendiri diperintahkan menyembelih leher anaknya yang sangat dicintainya, yang baru saja berjumpa setelah berpisah bertahun tahun lamanya. Keduanya pun tabah. Sungguh tak ada sesuatu yang lebih hebat dari keimanan di alam yang luas ini.
Satu cubaan yang amat berat dan maha hebat. Sejak muda belia Ibrahim bercita citakan untuk memperolehi seorang anak. Setelah mendapat anak, dengan susah payah dia mengembara bersama anak itu untuk menjalankan baktinya terhadap Allah. Sekarang ini sudah amat tua, mengharapkan betul akan anak itu untuk menjadi penggantinya. Anak itu diperintahkan Allah untuk disembelihnya dengan tangan sendiri pula.
Keimanan dan ketaatan Ibrahim dan Ismail terhadap Tuhannya, sanggup menjalankan yang demikian itu. Atau pun yang lebih berat dari itu, kalau ada. Keduanya bersiap untuk menjalankan perintah itu di saat itu juga. Keduanya berangkatlah menuju suatu tempat di daerah yang berbukit bukit, di kaki sebuah gunung, iaitu daerah yang disebut Mina (atau Muna) sekarang ini.
Sebelum sampai di tempat yang dituju itu, di tengah jalan keduanya berjumpa dengan seorang manusia yang menanyakan akan maksud dan tujuannya berdua. Setelah Ibrahim menerangkan bahawa maksudnya ialah untuk menyembelih anaknya itu sebagai korban kepada Allah, orang itu melarangnya dengan berbagai bagai alasan. Dengan larangan itu, Ibrahim dan Ismail percaya bahawa manusia itu adalah Iblis yang menyamar sebagai manusia dan memberi nasihat. Iblis itu dilemparinya dengan batu berulang ulang, sampai mati, di suatu tempat yang sekarang disebut Jamratul-Ula.
Setelah perjalanan diteruskan lagi, dengan jarak kira kira hanya 400 meter dari tempat itu, datang pula seorang manusia lain yang juga melarang dan menasihati, agar perintah itu tidak dijalankan dengan berbagai bagai alasan pula. Ibrahim dan lsmail kembali melempari orang itu berulang ulang dengan batu, sehingga ia lari, kerana itulah Iblis yang datang menggodanya. Setelah berangkat dan dengan jarak kira kira 400 meter pula, datang pula seorang lain yang juga melarangnya untuk melaksanakan perintah Tuhan itu. Kembali Ibrahim dan lsmail dilemparinya dengan batu, iaitu ditempat yang sekarang ini dinamai Jamratul-Aqabah dan yang sebelumnya itu adalah Jamratul-Wusta.
Akhirnya Ibrahim dan lsmail sampailah di suatu tempat di kaki sebuah bukit yang tinggi yang sekarang ini dinamai Bukit Malaikat (di Mina), dimana Ibrahim akan melaksanakan perintah Tuhan dengan menyembelih leher anaknya Ismail.
Keduanya sudah bersiap, Ibrahim sudah bersiap dengan pedang tajam yang terhunus di tangan kanannya untuk menyembelih. Sedang lsmail sudah bersiap merebahkan dirinya di atas sebuah batu besar membukakan lehernya untuk disembelih.
Sekadar untuk sedikit meringankan beban penderitaan batin dari kedua manusia besar itu, lsmail mengusulkan kepada bapanya agar mengikat kedua tangan dan kedua kakinya, dan agar baju yang menutupi badannya dibuka saja, lalu ditutupkan ke wajah mukanya sendiri. Ia usulkan pula agar perintah itu segera saja dijalankan, dengan mengasah pedang lebih dahulu agar lebih tajam, supaya tidak begitu lama akibat yang timbul karena penyembelihan ini.
Setelah mengucapkan salam selamat tinggal kepada ibu dan bapanya, lsmail mengusulkan pula, agar bajunya itu nanti diserahkan kepada ibunya, agar baju itu dapat dicium oleh ibunya bila ibunya merindukan dirinya. Dan baju itulah pula sebagai pusaka untuk ibu yang ditinggalkannya.
Sekarang tibalah saatnya untuk melaksanakan penyembelihan itu. Baru saja Ismail merebahkan lehernya di atas batu, dan Ibrahim bersiap mendekatkan mata pedang ke lehernya, tiba tiba dari atas puncak bukit itu terdengar suara memanggil namanya: Hai Ibrahim, sungguh engkau sudah siap untuk melaksanakan perintah Tuhan dalam mimpimu. Kami akan mengganjar kamu setimpal dengan ketaatanmu itu.
Ibrahim segera menoleh ke tempat datangnya suara itu, ia melihat satu Malaikat turun ke bawah membawa seekor kibas yang amat bagus, gemuk, sihat. Berkata Malaikat itu:
Hai Ibrahim, sembelihlah kibas ini sebagai ganti anakmu Ismail itu makanlah dagingnya, jadikanlah hari ini hari raya bagimu berdua, dan sedekahkanlah sebahagian dari dagingnya untuk fakir miskin sebagai korban.
Darah tertumpah di atas batu membasahi bumi, bukan darah Ismail, tetapi darah seekor kibas yang gemuk dan sihat. Begitulah caranya Allah menebus korban Ismail dan korban Ibrahim. Ditebus Allah dengan satu penyembelihan agung, satu macam penyembelihan yang amat agung maksud dan pelaksanaannya.
Terhadap peristiwa ini, Allah berfirman di dalam al-Quran: Wa fadainahu bi zibhinadzim (Kami tebus dia dengan satu sembelihan agung). Yang sebenarnya leher atau jiwa Ismail, tidak sepadan kalau hanya ditebus dengan se ekor kibas saja, bahkan tidak sepadan kalau ditebus dengan menyembelih seluruh kibas yang hidup ketika itu di seluruh permukaan bumi ini.
Karena seekor kibas saja tidak sepadan, maka Allah dengan perantaraan Nabi Muhammad s.a.w. memerintah kepada semua orang yang beriman dari dahulu sampai sekarang dan sampai hari kiamat agar menyembelih kambing sebagai korban dan aqiqah. Korban hukumnya wajib bagi setiap orang yang melakukan ibadat haji, dan hukumnya sunnah muakkadah bagi setiap Muslim yang tak melakukan ibadat haji, pada setiap tahun, iaitu dari tanggal 10 sampai 13 Zulhijjah. Selain dari itu, kepada setiap orang Islam yang mendapatkan seorang anak, disunnahkan pula memotong kambing sebagai aqiqah, ertinya sebagai tebusan bagi anaknya.
Demikianlah beratus ratus ribu kambing, kibas, lembu dan unta setiap tahun di Hari hari raya Haji disembelih oleh kaum Muslimin di mana saja mereka berada sebagai korban atau aqiqah yang pada dasarnya untuk turut menebus jiwa Nabi Ismail itu, yang dagingnya diberikan kepada kaum fakir miskin. Setiap orang yang turut berkorban dan beraqiqah merasa turut menebus jiwa Ismail. Dan keadaan demikian yang berlangsung terus-menerus sampai hari kiamat. Dari itulah sebabnya, maka Allah menyebut kejadian tersebut dengan kata: Zibhin Adzim. Iaitu satu sembelihan yang amat agung dasar dan tujuannya, berbeza dengan penyembelihan lain lainnya yang dilakukan oleh orang orang yang tidak beragama Islam.
Agama Islam mengundang seluruh manusia yang beriman dari seluruh bangsa dan negara untuk berkumpul ke Mekah sekali seumur hidup, iaitu melakukan ibadat haji, selain untuk berkenalan, persatuan dan persaudaraan, juga untuk menyaksikan syaairillah, iaitu tempa tempat yang ditempuh Ibrahim, Ismail dan Hajar dalam menjalankan perintah Allah, juga untuk menegakkan syiar kebesaran Allah. Tempat tempat itu ialah Baitullahil-Haram (Kabah), Telaga Zamzam, Safa, Marwah, Arafat, Muzdalifah (Masyaril Haram), Jamratul-Ula, Jamratul-Wusta, Jamratul-Aqabah pada hari hari tertentu, iaitu sejak tanggal 9 Zulhijjah sampai 13 Zulhijjah. Dengan berpakaian Ihram, iaitu pakaian Ibrahim dan Ismail, wuquf di Arafah, berhenti malam di Muzdalifah, melempar ketiga Jamrah, wukuf beberapa hari di Mina dan berkorban menyembelih kambing, sapi atau unta. Lalu bertawaf keliling Kabah, sembahyang sunat di Makam Ibrahim , minum air Zamzam, Sai (berlari) antara Safa dan Marwah, lalu memotong rambut. Selama melakukan ketentuan ketentuan tersebut didalam beribadat yang dinamai ibadat haji, orang tidak boleh bertengkar, berkata yang tidak baik, memotong dan membunuh segala makhluk bernyawa, tidak boleh mencabut segala macam yang tumbuh di bumi.
Demikianlah Agama Islam menegakkan syaairillah, menegakkan ajaran Nabi Ibrahim. Satu agama yang semakin lama semakin besar mendapatkan penganut dan pengikut, terdiri dari manusia manusia berbagai bangsa. Satu agama yang kekal dan abadi sampai hari kiamat, insya Allah.

No comments:

Post a Comment